Kamis, 03 November 2011

Anak Tuna Daksa


A.      Latar Belakang Masalah.

Persepsi masyarakat awam tentang anak berkelainan fungsi anggota tubuh (anak tunadaksa) sebagai salah satu jenis anak berkelainan dalam konteks Pendidikan Luar Biasa (Pendidikan Khusus) masih dipermasalahkan. Munculnya permasalahan tersebut terkait dengan asumsi bahwa anak tunadaksa (kehialangan salah satu atau lebih fungsi anggota tubuh) pada kenyataannya banyak yang tidak mengalami kesulitan untuk meniti tugas perkembangannya, tanpa harus masuk sekolah khusus untuk anak tunadaksa (khususnya tunadaksa ringan).

Secara umum dikenal dua macam anak tunadaksa. Pertama, anak tunadaksa yang disebabkan karena penyakit polio, yang mengakibatkan terganggunya salah satu fungsi anggota badan. Anak tunadaksa kelompok ini sering disebut orthopedically handicapped, tidak mengalami hambatan perkembangan kecerdasannya. Oleh karena itu mereka dapat belajar mengikuti program sekolah biasa.

Kedua, anak tunadaksa yang disebabkan oleh gangguan neurologis. Anak tunadaksa kelompok ini mengalami gangguan gerak dan kebanyakan dari mereka mengalami gannguan kecerdasan dan sering disebut neurologically handicapped atau secara khusus mereka disebut penyandang cerebral palsy. Anak tunadaksa kelompok ini membutuhkan layanan pendidikan luar biasa.

Anak yang mengalami gangguan gerakan pada taraf sedang dan berat, umumnya dimasukkan ke sekolah luar biasa (SLB), sedangkan anak yang mengalami gangguan gerakan dalam taraf ringan banyak ditemukan sekolah – sekolah umum. Namun jika mereka tidak mendapatkan pelayanan khusus dapat menyebabkan terjadinya kesulitan belajar yang serius.

B.      Pengertian Anak Tunadaksa.

Secara etimologis, gambaran seseorang yang diidentifikasikan mengalami ketunadaksaan, yaitu seseorang yang mengalami kesulitan mengoptimalkan fungsi anggota tubuh sebgai akibat dari luka, penyakit, pertumbuhan yang salah bentuk, dan akibatnya kemampuan untuk melakukan gerakan – gerakan tubuh tertentu mengalami penurunan.
Secara definitif pengertian kelainan fungsi anggota tubuh (tunadaksa) adalah ketidakmampuan anggota tubuh untuk melaksanakan fungsinya disebabkan oleh berkurangnya kemampuan anggota tubuh untuk melaksanakan fungsi secara normal, akibat luka, penyakit, atau pertumbuhan tidak sempurna (Suroyo, 1977). Sehingga untuk kepentingan pembelajarannya perlu layanan khusus. (Kneedler, 1984)

Tunadaksa adalah anak yang mengalami kelainan atau cacat yan menetap pada alat gerak (tulang, sendi, otot) sedemikian rupa sehingga memerlukan pelayanan pendidikan khusus. Jika mereka mengalami gangguan gerakan karena kelayuhan pada fungsi syaraf otak disebut dengan cerebral palsy (CP).

Pengerôhan Tunadaksa bisa dilihat dari segi fisiknya dan dari segi anatominya. Dari segi fungsi fisik, tunadaksa diarôhkan sebagai seseorang yang fisik dan kesehatannya mengalaami masalah sehingga menghasilkan kelainan di dalam beòhnteraksi denan lingkungan sosialnya dan untuk meningkatkan fungsinya dipeòmukan program layanan khusus. Pengerôhan yang didasarkan pada anatomi biasanya digunakan dalaam kedokteran. Daerah mana ia mengalami kelainan.

Istilah kelianan fisik (physical disability) sebenarnya tidak digunakan, namun kenyataannya definisi – definisi tersebut digunakan dalam penerapan IDEA. Istilah yang digunakan dalam undang – undang itu adalah kelainan ortopedi (orthopedic impairment) dan kelainan kesehatan lain (other health impairment).

Isilah ini didefinisikan sebagai berikut dalam Federal Register kelainan ortopedi berarti suatu keadaan penurunan fungsi ortopedik yang mempunyai efek merugikan pada prestasi pembelajaran anak. Istilah ini meliputi gangguan yang disebabkan kelianan bawaan (misalnya berkaki pengkar, hilang salah satu anggota tubuh).

Kelianan / gangguan yang disebabkan oleh penyakit (misalnya poliomyelitis, TBC tulang dll), dan kelainan oleh penyebab lain (misalnya cerebral palsy, amputasi, patah tulang atau terbakar yang menyebabkan kontraktur).

Kelainan kesehatan lain berarti memiliki keterbatan kesehatan, vitalitas atau kewaspadaan yang disebabkan oleh masalah – masalah  kesehatan yang akut misalnya penyakit jantung, tuberculosis, reumatik, radang ginjal, keracunan tubuh, leukemia atau diabetes yang mengaakibatkan merugikan pada prestasi pendidikan sianak (federal register, 1990)
C.      Karakteristik Anak Tunadaksa.

Secara umum karakteristik kelainan anak yang dikatagorikan sebagai penyandang tunadaksa dapat dikelompokkan menjadi anak tunadaksa ortopedi (orthopedically handicapped) dan anak tunadaksa syaraf (neurogically handicapped) (Hallahan dan Kauffman, 1991)

Menyimak keadaan yang nampak pada tunadaksa ortopedi dan tunadaksa syaraf tidak terdapat perbedaan yang mencolok, sebab secara fisik kedua jenis anak tunadaksa memiliki kesamaan, terutama pada fungsi analogi anggota tubuh untuk melakukan mobilitas. Namun apabila dicermati secara seksama sumber ketidakmampuan untuk memanfaatkan fungsi tubuhnya untuk beraktifitas atau mobilitas akan Nampak perbedaannya.


D.     Jenis pengelompokan anak tunadaksa.

Ada dua katagori cacat tubuh, yaitu cacat tubuh karena penyakit polio dan cacat tubuh karena kerusakan otak sehingga mengakibatkan ketidakmampuan gerak (cerebral palsy).

Diihat dari pergerakan otot – otot penyandang cerebral palsy dikelompokkan menjadi lima jenis yaitu spastic, athetoid, ataxia, termor dan rigid.

Spastic. Anak yang menglami spastic ini menunjukkan kekejangan pada otot – ototnya, yang disebabkan oleh gerakan – gerakan kaku dan akan hilang dalam keadaan diam misalnya waktu tidur. Pada umumnya kekejangan ini akan menjadi hebat jika anak dalam keadaan marah atau dalam keadaan tenang.

Athetoid. Anak yang mengalami athetoid, tidak mengalami kekejangan atau kekakuan. Otot – ototnya dapat bergerak dengan mudah, malah sering terjadi gerakan – gerakan yang tidak terkendali yang timbul diluar kemampuannya. Hal ini sangat mengganggu dan merepotkan anak itu sendiri. Gerakan ini terdapat pada tangan, kaki, lidah, bibir dan mata.

Tremor. Anak yang mengalami tremor sering melakukan gerakan – gerakan kecil yang berulang – ulang. Sering dijumpai anak yang salah satu anggota tubuhnya selalu bergerak.

Rigid. Anak cerebral palsy jenis ini mengalami kekakuan otot – otot. Otot selalu kaku bukan merupakan daging tetapi seperti benda kerat. Gerakan – gerakannya sangat lambat dan kasar. Kondisi – kondisi anak seperti itu jelas member dampak pada aktifitas pada hidupnya.

E.      Faktor Penyebab Ketunadaksaan.

Seperti juga kondisi ketunaan yang lain, kondisi kelainan pada fungsi anggota tubuh atau tunadaksa dapat terjadi pada saat sebelum anak lahir (prenatal), saat lahir (neonatal) dan setelah anak lahir (post natal).

Kelainan fungsi anggota tubuh atau ketunadaksaan yang terjadi sebelum bayi lahir atau ketika dalam kandungan, diantaranya dikarenakan factor genetik dan kerusakan pada system syaraf pusat.

Factor lain yang menyebabkan kalainan pada bayi selama dalam kandungan ialah :
1.      Anoxia prenatal.
Hal ini disebabkan pemisahan bayi dari plasenta, penyakit anemia, kondisi jantung yang gawat, shock, percobaan abortus (pengguguran kandungan).
2.      Gangguan metabolism pada ibu.
3.      Faktor rhesus.
Kondisi ketunadaksaan yang terjadi pada masa kelahiran bayi, diantaranya :
a.      Kesulitan saat persalinan karena letak bayi sungsang atau pinggul ibu terlalu kecil.
b.      Pendarahan pada otak pada saat kelahiran.
c.       Kelahiran premature.
d.      Gangguan pada plasenta yang dapat mengurangi oksigen sehingga mengakibatkan terjadinya anoxia.

Adapun kelainan fungsi anggota tubuh atau ketunadaksaan yang terjadi pada masa setelah lahir, diantaranya :
1.      Factor penyakit, seperti meningitis (radang selaput otak) encephalis (radang otak), influenza, diphtheria, partusis dan lain – lain.
2.      Factor kecelakaan, misalnya kecelakaan lalulintas, terkena benturan benda keras, terjatuh dari tempat yang berbahaya bagi tubuhnya, khususnya bagian kepala yang melindungi otak.
3.      Pertumbuhan tubuh / tulang yang tidak sempurna.

PERMASALAHAN ANAK TUNA DAKSA

Pembahasan akan dibatasi pada anak tunadaksa kelompok neurologically handicapped (gangguan neurologis) atau secara khusus disebut penyandang cerebral palsy, karena anak tunadaksa kelompok ini yang sesungguhnya membutuhkan layanan pendidikan luar biasa.

Anak tunadaksa kelompok ini mempunyai permasalahan yang sangat rumit, karena disamping mengalami gangguan pada fungsi gerak juga pada umumnya mengalami gangguan kecerdasannya. Disamping kadang – kadang disertai juga dengan gangguan penglihatan, pendengaran dan gangguan persepsi. Oleh karena itu, permasalahan yang dialami anak cerebral palsy ada kesamaan dengan anak terbelakang mental.

Kondisi – kondisi anak seperti itu jelas member dampak pada aktivitas hidupnya. Anak tunadaksa akan mengalami kesulitan permasalahan – permasalahan antara lain :
A.      Kesulitan Aktivitas Motorik.
Ada tiga kelainan aktivitas motorik yang biasa dialami oleh anak cerebral palsy :
1.      Hiperaktif.
Secara umum anak hiperaktif dikatakan sebagai anak yang tidak kenal diam. Tertarik oelh setiap rangsangan yang ia terima dan perhatiannya sangat mudah beralih dari satu obyek ke obyek yang lain. Gejala hiperaktif antara lain : gelisah yang tiada henti, kuran perhatian, tidak dapat duduk tenang walau sebentar.
2.      Hipoaktif.
Pada anak ini terlihat gejala diam, gerakan lamban dan sangat kurang, tidak dapat menanggapi rangsangan yan diberikan. Keadaan ini merupakan kebalikan dari anak heperaktif.
3.      Gangguan koordinasi motorik.
Cirri gangguan koordinasi gerak adalah ketidakselarasan gerak, baik gerak atas motorik halus (fine motor) maupun gerak kasar ( gross motor).
B.      Kesulitan dalam Penyesuaian Diri.

Anak selebral palsy mengalami kesulitan dalam menyesuaikan dengan lingkungannya. Hal ini sebagai akibat dari keterbatasan dan kesulitan gerak fisik. Sempitnya ruang lingkup gerak anak membatasi aktivitas sosialnya. Kesulitan dalam penyesuaian diri dapat disebabkan oleh dua hal terutama oleh keadaan anak cerebral palsy sendiri yang segalanya serba terbatas. Kedua disebabkan oleh respon masyarakat atau lingkungan yang tidak menerima sebabagai mana mestinya.

Kesulitan dalam penyesuaian diri berakibat pula pada perkemabngan kepribadian, sering memiliki rasa rendah diri, malu mudah tersinggung dan cepat curiga.

C.      Hambatan Dalam Perkembangan Kognitif.

Hasil penelitian Helman (Michael C. Hardman, 1999) menunjukkan bahwa 45 % dari anak CP mengalami keterbelakangan mental, 35 % memiliki kemampuan kecerdasan rata – rata, 20% memiliki kemampuan kecerdasan di bawah rata – rata. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan kemampuan gerak, memiliki pengalaman yang sempit dalam berinteraksi dengan lingkungan.

Hambatan perkembangan yang disebabkan oleh keterbatasan fungsi gerak sangat mempengaruhi eksplorasi lingkungan, sehingga menghambat perkembangan fungsi kognitif.

Hambatan perkembangan fungsi kognitif juga erat hubungannya dengan gangguan persepsi, gangguan penglihatan, pendengaran, perabaan dan gangguan persepsi kinestetik. Persepsi merupakkan proses masuknya informasi dan instrument penting dalam proses pembentukkan pengeòõhan. Jika persepsi mengalami gangguan, maka akan terjadi hambatan dalam perkembangan fungsi kognitif.

D.     Gangguan Perhatian.

Anak CP biasanya mengalami kesulitan memusatkan perhatian pada satu sôhmulus tertentu dalam waktu yang relative lama. Perhatian mereka sangat mudah terganggu oleh berbagai stimulus yang datang kepadanya. Kalau perhatiannya menyebar anak CP sukar untuk berkonsentrasi.
  

ASSESMENT

Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, permasalahan yang dialami anak tunadaksa begitu komplek. Mereka mengalami kesulitan dalam bergerak yang diikuti juga oleh kesulitan – kesulitan lain seperti gangguan persepsi, konsentarsi, penyesuaian diri dan lain – lain. Kesulitan - kesulitan itu mengakibatkan terhambatnya perkembangan kognitif.

Oleh karena begitu kompleknya yang dialami anak tunadaksa, maka guru memerlukan data yang akurat mengenai kekuatan – kekuatan yang dimiliki anak tunadaksa dalam mengikuti pendidikan. Salah satu yang dapat dilakukan guru untuk mengetahui kemampuan belajar adalah :

A.      Modality assesment (stephens, 1977).
Modality assessment adalah penilaian mengenai kekuatan dan kelemahan seorang Anak Tunadaksa. Misalnya aspek modality mana yang paling dominan dalam mengikuti pelayanan apakah persepsi penglihatan, pesepsi pendengaran, atau persepsi keptik. Setiap modalitas yang diukur terdiri atas tiga komponen kemampuan yaitu diskremasi, mengingat dalam waktu segera (immediate recall) dan kemampuan mengingat yang ditangguhkan (delayed recall).

B.      Bina Diri dan Bina Gerak.

Bina diri berarti segala usaha yang berupa latihan ketrampilan diri dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sehari – hari dan berupaya meningkatkan kemandirian.

Bina gerak berarti segala usaha yang berupa latihan yang bertujuan mengubah, memperbaiki dan membentuk pola gerak yang mendekati normal.

Fungsi bina diri dan bina gerak secara umum adalah :
1.      Mengembangkan kemampuan anggota badan yang mengalami kesulitan bergerak agar dapat berfungsi secara optimal.
2.      Mengembangkan dan melatih siswa secara berkesinambungan agar mampu mengatasi kebutuhan hidupnya.
3.      Gerak otot serasi, sehat dan kuat sehingga mampu melakukan gerakan sesuai dengan fungsinya.
4.      Mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan mampu mengatasi kesulitan dalam kehidupan sehari – hari.

Fungsi bina diri dan bina gerak secara khusus :
1.      Meningkatkan derajat gerak fungsi sendi.
2.      Menguatkan otot – otot tubuh.
3.      Memperbaiki koordinasi gerak.
4.      Memperbaiki sikap hidup tubuh yang salah.
5.      Meningkatkan kemampuan aktivitas sehari – hari secara mandiri.

C.      Rehabilitasi.
Ada 3 kelompok rehabilitasi yang perlu diberikan kepada anak tunadaksa dalam upaya pengembalian fungsi tubuh yang optimal yaitu :
1.      Rehabilitasi Medis.
Rehabilitasi medis adalah ; pemberian pertolongan kedokteran dan bantuan alat – alat anggota tubuh tiruan (protese), alat – alat penguat anggota tubuh (brace, spint dll)
2.      Rehabilitasi Vokasional.
Rehabilitasi vokasional adalah pemberian pendidikan kejuruan sebagai bekal kelak bekerja di masyarakat.
3.      Rehabilitasi Psikososial.
Rehabilitasi psikososial adalah bantuan konseling agar mereka dapat hidup bermasyarakat secara wajar tanpa harus meresa rendah diri.

Rabu, 02 November 2011

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN KONSUMSI OKSIGEN


       I.            JUDUL                                  :  Konsumsi Oksigen
    II.            TANGGAL PRAKTIKUM            : Rabu 12 Oktober 2011
 III.            TUJUAN                               :
a.       Mengetahui laju konsumsi oksigen dari beberapa hewan serangga.
b.      Membandingkan laju konsumsi oksigen pada serangga sejenis yang hidup di habitat alami dengan habitat terpolusi.
 IV.            PENDAHULUAN
Bernapas artinya melaksanakan pertukaran gas, yaitu mengambil oksigen (O2) dan mengeluarkan Karbondioksisa (CO2). Oksigen merupakan zat yang sangat penting untuk segenap kehidupan. Hewan dapat ber “puasa” tetapi oksigen harus tersdia terus. Kepompong kupu-kupu yang tampak tidak bergerak juga memerlukan oksigen, sehingga apabila sekelilingnya dilapisi cat, kepompong akan mati. Pertukaran gas O2 dengan CO2 dapat berlangsung melalui proses difusi. (Darmaji Gonarso,2005) Tetapi pada hewan berukuran besar, terutama pada hewan yang aktif, perbandingan antara luas dengan volume tubuh terlalu kecil untuk melakukan hal yang serupa, karenanya diperlukan suatu permukaan tubuh yang khusus untuk pernafasan, untuk menangkap O2 dan melepaska CO2. Alat-alat ini dapat berupa insang atau paru-paru atau saluran udara (trakea) atau bentuk lain yang dapat melangsungkan pertukaran O2 dengan CO2. Oksigen atau zat asam adalah unsur kimia dalam system table periodic yang mempunyai lambing O dan nomor atom 8, ia merupakan unsur golongan kalkogen dan dapat dengan mudah bereaksi dengan hampir semua unsur lainnya. Pada tempratur dan tekanan standar, dua atom unsur ini berikatan menjadi oksigen, yaitu senywa gas diatomic dengan rumus O2 yang tidak berwarna, tidak berasa, dan tidak berbau. (http://id.wikipedia.org/wiki/oksigen.)
Sistem respirasi memiliki fungsi utama untuk memasok oksigen ke dalam tubuh serta membuang CO2 dari dalam tubuh. Respirasi ekternal sama dengan bernafas, sedangkan respirasi internal seluler ialah proses penggunaan oksigen oleh sel tubuh dan pembuangan zat sisa metabolisme sel yang berupa CO2, penyelenggaraan respirasi harus didukung oleh alat pernafasan yang sesuai yaitu, alat yang dapat digunakan oleh hewan untuk melakukan pertukaran gas dengan lingkungannya, alat yang dimaksud dapat berupa alat pernafasan khusus ataupun tidak. (Wiwi isnaeni, 2006).
Menurut logler (1977) konsumsi oksigen dapat dipengaruhi oleh beberapa factor, yaitu:
·         Intensitas dari metabolisme oksidatif dalam sel
·         Kecepatan pertukaran yang mengkontrol perpindahan air disekitar insang yang berdifusi melewatinya
·         Factor internal yaitu kecepatan sirkulasi darah dan volume darah yang dibawa menuju insang
·         Afinitas oksigen dari haemoglobin.
Mekanisme respirasi meliputi proses:
a.       Inspirasi: peristiwa masuknya udara.
b.      Ekspirasi: peristiwa pengeluaran udara (CO2 dan H2O).
 Didalam paru-paru terjadi proses pertukaran antara gas oksigen dan karbondioksida. Setelah membebaskan oksigen, sel-sel darah merah menangkap karbondioksida sebagai hasil metabolisme tubuh yang akan dibawa ke paru-paru. Di paru-paru karbondioksida dan uap air dilepaskan dan dikeluarkan dari paru-paru melalui hidungMetabolisme adalah keseluruhan proses-proses kimiawi yang terjadi di dalam tubuh makhluk hidup. Proses metabolisme disebut juga reaksi enzimatis, Karena seluruh proses metabolisme selalu menggunakan katalisator enzim. Berdasarkan prosesnya metabolisme dibagi menjadi dua, yaitu anabolisme dan katabolisme. Anabolisme adalah suatu peristiwa perubahan senyawa sederhana menjadi senyawa kompleks, sementara katabolisme adalah reaksi pemecahan / pembongkaran senyawa kimia kompleks yang mengandung energi tinggi menjadi senyawa sederhana yang mengandung energi lebih rendah.
Pada hewan yang tingkat tropiknya lebih tinggi, memiliki peralatan khusus untuk menangkap O2 dan melepaskan CO2. Alat-alat ini dapat berupa insang atau paru-paru atau saluran udara (trakea) atau bentuk lain yang dapat melangsungkan pertukaran O2  dengan CO2. (Darmadi goenarso, 2005).
a.       Saluran pernapasan melalui permukaan tubuh dimana pertukaran gas terjadi misal pada protozoa hingga cacing tanah. 
b.      Pertukaran gas terjadi melalui pertukaran tubuh yang pipih, bentuk tubuh yang pipih meningkatkan rasio terhadap permukaan terhadap volume tubuh dan menurunkan jarak difusi keseluruh bagian tubuh, terdapat pada cacing pipih.
c.       Insang dalam yang dilengkapi dengan kapiler jaringan, terdapat sistem penyaluran air melalui permukaan insang; digunakan pada ikan.
d.      Insang luar, alat ini meningkatkan luas permukaan  dan alat ini tidak terlindungi sehingga mudah terluka, pertukaran ini dapat terjadi pada insang luar maupun bagian tubuh yang lain; misal dijumpai pada kecebong.
e.       Paru-paru yang dilengkapi dengan jaringan pembuluh darah, paru-paru merupakan  kantung yang berhubungan dengan faring, udara dihisap sehingga udara masuk dengan mekanisme ventilasi udara dijumpai pada vertebrata yang bernafas diudara.
f.       Pertukaran gas pada ujung-ujung yang lembut melalui trakea, cabng-cabang saluran ini menuju  ke berbagai bagian tubuh dan menembus ke berbagai jaringan, ditentukan pada serangga dan arthopoda (Darmadi goenarso, 2005).
Pusat kontrol pernafasan (breathing control center) manusia berlokasi di dua daerah di otak, yaitu media oblongata dan pons. Dibantu oleh pusat kontrol di pons, pusat medula menurunkan irama dasar pernafasan, ketika kita bernafas dalam-dalam, mekanisme umpan balik negatif mencegah paru-paru kita supaya tidak membesar secara berlebihan, sensor peregangan dalam jaringan paru-paru mengirimkan influs saraf kembali ke medula yang akan menghambat pusat kontrol pernafasan (Campbell, 2004).
Serangga merupakan hewan terestial yang tidak memiliki paru-paru tetapi menggunakan system trakea untuk pertukaran gas. Kulit pada serangga terletak dikedua sisi bagian toraks dan abdomen, memiliki sederatan paru-paru atau disebut juga spirakel, yang tersusun pada setiap segmen dan behubungan dengan system saluran trakea spirakel dilindungi katub atau rambut-rambut untuk mencegah evaporasi yang berlebihan lewat pori-pori ini. Trakea tersusun dengan teratur, sebagian berjalan longitudinal dan sebagian lagi tranpersal. Diameter trakea yang besar berkisar sekitar 1mm dan selalu terbuka dengan penebalan berbentuk spiral dan melingkar, terbentuk dari khitin yang keras, merupakan suatu bahan yang juga terdapat pada kutikula (Darmadi Goenarso,2005)
 Trakea merupakan invaginasi (lekukan kedalam)dari ectoderm dan umumnya mempunyai lubang keluar yang disebut spirakel. Bentuknya berupa pembuluh yang silindris yang mempunyai lapisan kitin (chitin). Lapisan kitin ini mempunyai penebalan seperti spiral. Spirakel terdapat sepasang tiap ruas tubuh yang kadang-kadang mempunyai katup untuk menjaga penguapan air. Trakea mempunyai cabang-cabang dan cabang yang terkecil yang menembus jaringan disebut trakeolus dengan diameter 1-24. Trakeolus tidak mempunyai lapisan kitin dan dibentuk oleh sel yang disebut trakeoblas, trakeolus pada serangga ujungnya buntu dan berisi udara atau kadang-kadang berisi cairan (Djamhur Winatasasmita, 1985)  
Alat pernapasan pada serangga berupa trakea, udar masuk dan keluar melalui lubang kerut yang disebut spirakel atau stigma yang terletak di kanan kiri tubuhnya. Dari stigma udara terus masuk ke pembuluh trakea memanjang dan sebagian ke kantung hawa halus yang masuk ke seluruh jaringan tubuh. Pada system trakea ini pengangkutan oksigen dan karbon dioksida tidak memerlukan bantuan system transportasi khususnya darah. (Cartono,2005)
Fungsi spirakel dan trakea untuk memungkinkan lewatnya udara kepercabangan saluran yang disebut trakeol, yang merupakan saluran lembut intraseluler dengan diameter sekitar 1μm. Jumlahnya sangat banyak dan berada diberbagai jaringan, terutama otot. Berbeda dengan trakease, saluran-saluran lembut ini tidak dilapisi dengan kutikula, pertukaran gas terjadi dengan mudah melewati dinding saluran ini. System pernapasan pada serangga melalui sejumlah percabangan saluran udara pada system trakea. Oksigen langsung dibawa ke jaringan, jadi tidak dilaksanakan melewati aliran darah. Distribusi oksigen dan pengeluaran karbondioksida tidak dilakukan lewat system peredaran. Pada kebanyakan serangga dengan difusi saja sudah tercukupi oleh karena itu tubuh serangga pada umumnya berukurab kecil. Pada beberapa spesies difusi ini dibantu dengan gerakan ritmiks toraks atauabdomen. Cara mengalirkan udara (ventilsi) seperti itu, pada belalang spirakel dibuka dan ditutup bergantian, sehingga udara dapat masuk ke tubuh lewat spirakel toraks dan keluar tubuh lewat spirakel abdomen. Selain itu serangga dapat mengendalikan laju masuknya oksigen ke jaringan. Bila terjadi peningkatan otot (saat terbang ) akan terjadi penumpukan asam laktat di jaringan. Akibatnya tekanan osmosis cairan jaringan meningkat sehingga cairan di trakeol terserap masuk, sehingga jalan udara lebih leluasa mencapai jaringan dan difusi oksigen ke jaringan lebih cepat (Darmadi Goenarso dkk, 2005)





    V.            METODE PRAKTIKUM
a.       Alat dan Bahan
Alat
Bahan
1.      Respirometer
2.      Alat Timbang
3.      Pipet Tetes
4.      Stopwatch
1.      Hewan percoobaan (serangga)
2.      KOH / NaOH
3.      Eosin
4.      Vaselin


b.      Cara Kerja


 























 VI.            HASIL PENGAMATAN
Hewan Yang Di amati
Hewan yang Alami
Hewan yang terpolusi






Kelompok 1 (Jangkrik)








Kelompok 5 (jangkrik)






Kelompok 2 (Belalang)







Kelompok 6 (belalang)







                
                       Kelompok 3 (kecoa)

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgKkAoihS7kyhyphenhyphenBBqwhm_maCU3c2SYqSkpefIAzj_W04GvfpaT-nQF7O0q1bFTdBUBKDq_jfoOOW9J8xJ5t_1AflwchDS0oRX023osD6Qt49Tvhsk4lq2SV8TSN4xVt1owf8Piz7YXKMzY/s320/kecoa+terpolusi.jpg







Kelompok 7 (kecoa)






Kelompok 4 (Jangkrik)







Kelompok 8 (kecoa)

Ø  Kelompok 1 Jangkrik Pada Lingkungan Alami
No
Nama dan Gambar Hewan
Berat (gram)
Perhit skala per 5 menit
Vol rata2 per 5 menit
Laju konsmsi O2
1



Jangkrik 1



0,64
TO  = 0
T1 = 0,48
T2 = 0,49
T3 = 0,50
∆T1 = 0,48
∆T2 = 0,01
∆T3 = 0, 01

Rata-rata ∆T = 0,50:3=0,17
0,17 ml/ 0,64 gr/12 jam = 0,02ml/gr/jam
2



Jangkrik 2
0,40
TO  = 0
T1 = 0,54
T2 = 0,81
T3 = 0,90
∆T1 = 0,54
∆T2 = 0,27
∆T3 = 0,09

Rata-rata ∆T = 0,90:3=0,30
0,30 ml/ 0,40 gr/12 jam = 0,06ml/gr/jam
3

Jangkrik 3
0,50
TO  = 0
T1 = 0,30
T2 = 0,57
T3 = 0,68
∆T1 = 0,30
∆T2 = 0,27
∆T3 = 0,11

Rata-rata ∆T =0,68:3=0,27
0,27 ml/ 0,50 gr/12 jam = 0,05ml/gr/jam

Rata-rata keseluruhan          = (0,02+0,06+0,05)ml/gr/jam
                                                = 0,13/3
                                                = 0,04 ml/gr/jam

Ø  Kelompok 2 Belalang Pada Habitat Alami

No
Nama dan Gambar Hewan
Berat (gram)
Perhit skala per 5 menit
Vol rata2 per 5 menit
Laju konsmsi O2






1
Belalang 1
0,27
TO  = 0
T1 = 0,6
T2 = 0,9
T3 = 1,1
∆T1 = 0,6
∆T2 = 0,3
∆T3 = 0,2
∆T   = 1,1:3= 0.3666
0,3666ml/ 0.27gr/12 jam = 0,1125 ml/gr/jam
2
Belalang 2
0,3
TO  = 0
T1 = 0,54
T2 = 0,72
T3 = 0,8
∆T1 = 0,54
∆T2 = 0.18
∆T3 = 0.2
∆T = 0,8:3= 0,266
0,266 ml/ 0,3 gr/12 jam = 0,073 ml/gr/jam
3
Belalang 3
0,2
TO  = 0
T1 = 0,2
T2 = 0,39
T3 = 0,48
∆T1 = 0,2
∆T2 = 0,0
∆T3 = 0.09
∆T = 0,8:3= 0,396
0,396 ml/ 0,2 gr/12 jam = 0,165 ml/gr/jam

Rata-rata keseluruhan          = (0,1125+0,073+0,165)ml/gr/jam
                                                = 0,3505/3
                                                = 0,1168 ml/gr/jam
Ø   Kelompok 3 Kecoa Alami
No
Nama& Gambar hewan
Berat(gr)
Perhitungan skala per 5 menit
Volume konsumsi O2 rata-rata per 5 menit
Laju Konsumsi O2
(ml/gram/jam)
1
Kecoa 1

0,90
T0=0
T1=0,25
T2=0,53
T3=0,76
∆T1 = 0,25
∆T2 = 0,28
∆T3 = 0,23

Rata-rata
∆T=0,25+0,28+0,23
                3                  
     =0,25 ml
Laju konsumsi O2=

0,25ml x 1  jam
0,90 gr   12

= 0,02ml/gr/jam
2
Kecoa 2
0,58
T0=0
T1=0,45
T2=0,7
T3=0,95
∆T1 = 0,45
∆T2 = 0, 25
∆T3 = 0,58

Rata-rata
∆T= 0,45+0,25+0,58
                 3
     = 0,43 ml
Laju Konsumsi O2 =

0,43 ml x 1  jam
0,58 gr    12

= 0,06 ml/gr/jam
3
Kecoa 3
1,1
T0=0
T1=0,35
T2=0,65
T3=0,85
∆T1 = 0,35
∆T2 = 0,3
∆T3 = 0,2

Rata-rata
∆T = 0,35+0,3+0,2
                   3
      = 0,28 ml
Laju Konsumsi O2 =

0,28 ml  x 1  jam
1,1 gr      12

= 0,02 ml/gr/jam


Rata-rata laju konsumsi O2 keseluruhan = 0,02 + 0,06 + 0,02
                                                                                 3
                                                                 = 0,03 ml/gr/jam    

Ø  Kelompok 4 Jangkrik Pada Habitat Alami

No
Nama dan Gambar Hewan
Berat (gram)
Perhit skala per 5 menit
Vol rata2 per 5 menit
Laju konsmsi O2






1
Jangkrik 1

0,24
TO  = 0
T1 = 0,03
T2 = 0,15
T3 = 0,20
∆T1 = 0.03
∆T2 = 0,12
∆T3 = 0,05
∆T  =0,20:3= 0.06
0.06ml/ 0.24gr/12 jam = 0,02 ml/gr/jam
2
Jangkrik 2
0,3
TO  = 0
T1 = 0,19
T2 = 0,34
T3 = 0,42
∆T1 = 0,19
∆T2 = 0.15
∆T3 = 0.08
∆T = 0,42:3= 0,14
0,14 ml/ 0,3 gr/12 jam = 0,03 ml/gr/jam
3
Jangkrik 3
0,6
TO  = 0
T1 = 0,23
T2 = 0,45
T3 = 0,62
∆T1 = 0,23
∆T2 = 0,22
∆T3 = 0.17
∆T = 0,62:3= 0,20
0,20 ml/ 0,6 gr/12 jam = 0,02 ml/gr/jam
Rata-rata         = (0,02 +0,03 +0,02)ml/gr/jam
= 0,07/3
= 0,02  ml/gr/jam

Ø  Kelompok 5 Jangkrik Terpolusi

No
Nama dan Gambar Hewan
Berat (gram)
Perhit skala per 5 menit
Vol rata2 per 5 menit
Laju konsmsi O2






1
Jangkrik 1

0,73
TO  = 0
T1 = 0,41
T2 = 0,86
T3 = 1
∆T1 = 0.41
∆T2 = 0,45
∆T3 = 0,14
∆T  = 1:3= 0.33
0.33ml/ 0.73gr/12 jam = 0,037 ml/gr/jam
2
Jangkrik 2
0,76
TO  = 0
T1 = 0,39
T2 = 0,59
T3 = 0,71
∆T1 = 0,39
∆T2 = 0.2
∆T3 = 0.12
∆T = 0,71:3= 0,236
0,236 ml/ 0,76 gr/12 jam = 0,0258ml/gr/jam
3
Jangkrik 3
0,31
TO  = 0
T1 = 0,23
T2 = 0,45
T3 = 0,63
∆T1 = 0,23
∆T2 = 0,22
∆T3 = 0.18
∆T = 0,63:3= 0,21
0,21 ml/ 0,31gr/12 jam = 0,056 ml/gr/jam

Rata-rata             = (0,37 +0,0258 +0,056)ml/gr/jam
                            = 0,4518/3
                            = 0,1506  ml/gr/jam
Ø  Kelompok 6 Belalang Terpolusi
No
Nama hewan
Berat(gr)
Perhitungan skala per 5 menit
Volume konsumsi O2 rata-rata per 5 menit
Laju Konsumsi O2
(ml/gram/jam)
1
Belalang 1
0,26
T0=0
T1=0,21
T2=0,34
T3=0,37
∆T1 = 0,21
∆T2 = 0,13
∆T3 = 0,03

Rata-rata
∆T=0,21+0,13+0,03
                3                  
     =0,12 ml
Laju konsumsi O2=

0,12ml x 1  jam
0,26 gr   12

= 0,04ml/gr/jam
2
Belalang 2
0,29
T0=0
T1=0,23
T2=0,41
T3=0,55
∆T1 = 0,23
∆T2 = 0,18
∆T3 = 0,14

Rata-rata
∆T= 0,23+0,18+0,14
                 3
     = 0,18 ml
Laju Konsumsi O2 =

0,18 ml x 1  jam
0,29 gr    12

= 0,05 ml/gr/jam
3
Belalang 3
0,25
T0=0
T1=0,46
T2=0,75
T3=0,95
∆T1 = 0,46
∆T2 = 0,29
∆T3 = 0,2

Rata-rata
∆T = 0,46+0,29+0,2
                   3
      = 0,32 ml
Laju Konsumsi O2 =

0,32 ml  x 1  jam
0,25 gr      12

= 0,11 ml/gr/jam

Rata-rata laju konsumsi O2 keseluruhan = 0,04 + 0,05 + 0,11
                                                                                 3
                                                                 = 0,07 ml/gr/jam 
Ø  Kelompok 7 Kecoa terpolusi  
No
Nama Hewan
Berat (gram)
Perhitungan skala per 5 menit
Vol. rata2 per 5 menit
Laju konsmsi O2
1
Kecoa 1
0,13
TO = 0
T1 = 0,01
T2 = 0,012
T3 = 0,015
∆T1 = 0,01
∆T2 = 0,002
∆T3 = 0,003
Rata-rata ∆T = 0,015/3 = 0,005
0,005 ml/ 0,13 gr/12 jam = 0,0032 ml/gr/jam
2
Kecoa 2
0,33
TO = 0
T1 = 0,1
T2 = 0,12
T3 = 0,17
∆T1 = 0,1
∆T2 = 0,02
∆T3 = 0,05
Rata-rata ∆T = 0,17/3 = 0,056
0,056 ml/ 0,33 gr/12 jam = 0,014 ml/gr/jam
3
Kecoa 3
1,16
TO  = 0
T1 = 0,27
T2 = 0,39
T3 = 0,67
∆T1 = 0,27
∆T2 = 0,12
∆T3 = 0,28
Rata-rata ∆T = 0,67/3 = 0,22
0,22 ml/ 1,16 gr/12 jam = 0,015 ml/gr/jam
Rata-rata            = (0,0032 + 0,014 + 0,015) ml/gr/jam
                          = 0,032/3
                          = 0,01 ml/gr/jam
Ø  Kelompok 8  Kecoa Terpolusi                                                                
No
Nama dan Gambar Hewan
Berat (gram)
Perhit skala per 5 menit
Vol rata2 per 5 menit
Laju konsmsi O2
1
Kecoa 1
1,1
TO  = 0
T1 = 0, 18
T2 = 0, 32
T3 = 0,37
∆T1 = 0, 18
∆T2 = 0, 14
∆T3 = 0, 05
∆T = 0,37:3=0,123
0,123 ml/ 1,1 gr/12 jam = 0.09ml/gr/jam
2
Kecoa 2
0,3
TO  = 0
T1 = 0, 1
T2 = 0, 12
T3 = 0,15
∆T1 = 0, 1
∆T2 = 0, 02
∆T3 = 0, 03
∆T = 0,15:3=0,05
0,05 ml/ 0,3 gr/12 jam = 0,01ml/gr/jam
3
Kecoa 3
1,3
TO  = 0
T1 = 0, 48
T2 = 0, 71
T3 = 0,89
∆T1 = 0, 48
∆T2 = 0, 37
∆T3 = 0, 18
∆T = 1,03:3=0,34
0,34 ml/ 1,3 gr/12 jam = 0,02ml/gr/jam
Rata-rata             = (0,09+0,01+0,02)ml/gr/jam
                                = 0,12/3
                                =0,04 ml/gr/jam
VII.            PEMBAHASAN
Serangga merupakan hewan terestrial yang tidak memiliki paru-paru tetapi menggunakan system trakea untuk pertukaran gasnya. Kulit pada serangga, terletak di kedua sisi bagian toraks dan abdomen, memiliki sederetan pori-pori atau disebut juga spirakel, yang tersusun pada setiap segmen dan berhubungan dengan sistem saluran trakea. Spirakel dilindungi kutub atau rambut-rambut untuk mencegah evaporsi yang berlebihan lewat pori-pori ini.
Trakeae (jamak) tersusun dengan teratur, sebagian berjalan longitudinal (memanjang) dan sebagian lagi transversal (melintang). Diameter trakeae yang besar berkisar sekitar 1mm dan selalu terbuka dengan penebalan berbentuk spiral dan melingkar, terbentuk dari khitin yang keras, merupakan suatu bahan yang juga terdapat pada kutikula. Fungsi spirakel dan trakeae untuk memungkinkan lewatnya udara ke percabangan saluran yang disebut trakeol, yang merupakan saluran lembut intraselular dengan diameter sekitar 1μm. Jumlahnya sangat banyak dan berada di berbagai jaringan, terutama otot. Berbeda dari trakeae, saluran-saluran lembut ini tidak dilapisi kutikula; pertukaran gas terjadi dengan mudah melewati dinding saluran ini.
Sistem pernapasan serangga sangat berbeda dengan sistem pernapasan pada hewan lain. Melalui sejumlah percabangan saluran udara pada sistem trakea, oksigen langsung dibawa ke jaringan, jadi tidak dilaksanakan melalui aliran darah. Distribusi oksigen dan pengeluaran karbondioksida tidak dilakukan lewat sistem peredaran. Tapi melalui difusi, oleh karena itu tubuh serangga pada umumnya berukuran kecil. Namun, pada beberapa spesies, difusi ini dibantu dengan gerakan ritmis toraks atau abdomen. Cara mengalirkan udara (ventilasi) seperti itu, misalnya pada belalang yaitu spirakel dibuka dan ditutup bergantian, sehingga udara dapat masuk ke tubuh lewat spirakel toraks dan keluar lewat spirakel abdomen. Selain itu, serangga dapat mengendalikan laju masuknya oksigen ke jaringan. Bila terjadi peningkatan aktivitas otot (pada saat terbang), akan terjadi penumpukan asam laktat di jaringan. Akibatnya tekanan osmosis cairan jaringan meningkat hingga cairan di trakeol terserap masuk, sehingga jalan udara lebih leluasa mencapai jaringan dan difusi oksigen ke jaringan lebih cepat. (Darmadi goenarso, 2005).
Untuk menghitung laju konsumsi Oksigen tersebut, digunakan alat yang bernama Respirometer. Dengan respirometer laju konsumsi Oksigen bisa diketahui lewat cairan eosin yang dimasukkan ke dalam pipa respirometer. Karena hewan yang ada dalam tabung/botol respirometer hanya mengkonsumsi Oksigen yang ada dalam pipa, cairan eosin perlahan-lahan akan maju sesuai dengan pengambilan oksigen yang dilakukan hewan tersebut sehingga menunjukkan skalanya. Sedangkan hasil respirasi (CO2) yang dikeluarkan oleh hewan, diikat oleh KOH yang disimpan ditempat yang sama dengan hewan yang diuji, sehingga dalam botol maupun dalam pipa respirometer hanya ada oksigen saja. Dan untuk menghindari kebocoran, olesi dengan Vaseline sambungan antara botol dengan pipa respirometer, karena apabila bocor akan sangat berpengaruh kepada laju konsumsi oksigen dan bisa-bisa laju konsumsi yang dihitung itu tidak murni hasil respirasi hewan yang sedang diuji.
VIII.            PERTANYAAN
1.      Jelaskan sistem pernafasan pada serangga(dilengkapi gambar)
2.      Jelaskan prinsip kerja alat respirometer
3.      Buatlah grafik badan (gram) terhadap laju konsumsi o2(ml/gr/jam) untuk kelima serangga masing-masing habitat.
4.      Bandingkan kecendrungan laju konsumsi o2 serangga yang hidup dihabitat terpolusi dengan yang hidup dihabitat alami, berikan kesimpulan dari kedua grafik, sertakan asumsi ilmiah dari sumber literatur
5.      Jelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi respirasi pada hewan
Jawaban :
1.      Sistem pernafasan pada serangga mengenal dua sistem, yaitu sistem terbuka dan sistem tertutup. Digunakan alat/organ yang disebut spirakulum (spiracle), juga tabung-tabung trakhea dan trakheola. Tekanan total dari udara sebenarnya merupakan jumlah tekanan gas N2, O2, CO2 dan gas-gas lain. O2 sendiri masuk ke dalam jaringan dengan satu proses tunggal: adanya tekanan udara dalam jaringan. Tekanan O2 dengan demikian harus lebih besar daripada tekanan udara dalam jaringan, sebaliknya tekanan CO2 dalam jaringan harus lebih besar dibanding yang ada di udara.(lihat gambar sel respirasi). Laju diffusi diukur dengan rumus 1/d (sebagai suatu peristiwa diffusi pasif). Mekanisme pernapasan serangga yaitu Jika otot perut belalang berkontraksi maka trakea mexrupih sehingga udara kaya CO2 keluar. Sebaliknya, jika otot perut belalang berelaksasi maka trakea kembali pada volume semula sehingga tekanan udara menjadi lebih kecil dibandingkan tekanan di luar sebagai akibatnya udara di luar yang kaya O2 masuk ke trakea.  Sistem trakea berfungsi mengangkut O2 dan mengedarkannya ke seluruh tubuh, dan sebaliknya mengangkut C02 basil respirasi untuk dikeluarkan dari tubuh. Dengan demikian, darah pada serangga hanya berfungsi mengangkut sari makanan dan bukan untuk mengangkut gas pernapasan
2.      Respirometer bekerja atas suatu prinsip bahwa dalam pernapasan ada oksigen yang digunakan oleh organisme dan ada karbon dioksida yang dikeluarkan olehnya. Jika organisme yang bernapas itu disimpan dalam ruang tertutup dan karbon dioksida yang dikeluarkan oleh organisme dalam ruang tertutup itu diikat, maka penyusutan udara akan terjadi. Kecepatan penyusutan udara dalam ruang itu dapat dicatat (diamati) pada pipa kapiler berskala.
3.      Garfik Perbandingan laju konsumsi O2 dari setiap serangga yang digunakan untuk praktikum
4.      Perbanding kecenderungan laju konsumsi O2 serangga yang hidup dihabitat terpolusi dengan habitat alami.

5.      Faktor-Faktor yang mempengaruhi proses respirasi :
a.       Usia
Perubahan Usia akan juga menyebabkan perubahan bentuk oragan, misalnya paru-paru yang sebelumya berisi cairan menjadi berisi udara. Misalnya juga pada orang, bayi memiliki dada yang kecil dan jalan nafas yang pendek. Bentuk dadanya bulat pada waktu bayi dan masa kanak-kanak, diameter dari depan ke belakang berkurang dengan proporsi terhadap diameter transversal. Pada orang dewasa thorak diasumsikan berbentuk oval. Pada lanjut usia juga terjadi perubahan pada bentuk thorak dan pola napas.
b.      Suhu
Sebagai respon terhadap panas, pembuluh darah perifer akan berdilatasi, sehingga darah akan mengalir ke kulit. Meningkatnya jumlah panas yang hilang dari permukaan tubuh akan mengakibatkan curah jantung meningkat sehingga kebutuhan oksigen juga akan meningkat.
c.       StatusKesehatan
Pada orang yang sehat sistem kardiovaskuler dan pernapasan dapat menyediakan oksigen yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Akan tetapi penyakit pada sistem kardiovaskuler kadang berakibat pada terganggunya pengiriman oksigen ke sel-sel tubuh.
d.      Jenis kelamin
Pada Belalang betina dan belalang jantan memiliki kecepatan respirasi yang berbeda.
e.       Ketinggian
Ketinggian mempengaruhi pernapasan. Makin tinggi daratan, makin rendah O2, sehingga makin sedikit O2 yang dapat dihirup belalang. Sebagai akibatnya belalang pada daerah ketinggian memiliki laju pernapasan yang meningkat, juga kedalaman pernapasan yang meningkat.
f.       Haemoglobin
Keberadaan pigmen haemoglobindalam darah mamalia dapt meningkatkan kapasitas pengangkutan oksigen secara bermakna. sebagai contoh, keberadaan pigmen haemoglobin dalm darah mamalia dapat meningkatkan kapasitas pengangkutan oksigen oleh darah sebesar dua puluh kali lipat. Shingga setipa 100 ml darah dapat mengangkut 20 ml oksigen, sedangkan darah yang tidak mengandung pigmen haemoglobin hanya dapat mengangku 1ml  oksigen.
 IX.            DAFTAR PUSTAKA
ü  Campbell, jwrence G. Mitchell Neil A.2004. Biologi.edisi 5 jilid 3. Jakarta, erlangga
ü  Cartono, 2005. Biologi Umum Untuk Perguruan Tinggi LPTK, Bandung, Prime press
ü  Darmadi Goenarso, 2005. Fisiologi Hewan.UT
ü  Wiwi . Isnaeni.  2006. Fisiologi Hewan.  Yogyakarta : Kanisius.
ü  (http://aprianatitik.wordpress.com/arsip:)